Google baru saja mengumumkan langkah besar dalam memerangi konten deepfake eksplisit yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI) tanpa izin, atau bahkan melanggar etika. Dalam upaya terbaru ini, mereka memperbarui kebijakan untuk memberikan perlindungan lebih kepada individu yang menjadi korban kejahatan semacam ini.
Sebelum membahas deepfake lebih lanjut, sebenarnya apakah arti deepfake itu?
Arti deepfake itu sebenarnya gabungan dari dua kata: “deep learning” dan “fake.” Jadi, deepfake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan deep learning untuk membuat video, foto, atau audio palsu yang terlihat atau terdengar sangat nyata. Dengan teknologi ini, wajah seseorang bisa diganti dengan wajah orang lain, atau suara seseorang bisa ditiru dengan sangat mirip.
Contoh paling sering adalah video yang bikin seolah-olah seseorang mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya nggak pernah terjadi. Karena hasilnya bisa terlihat sangat meyakinkan, deepfake bisa berbahaya kalau dipakai untuk menyebarkan informasi palsu, penipuan, atau bahkan merusak reputasi seseorang. Namun, ada juga penggunaan deepfake yang positif, misalnya untuk hiburan atau efek visual di film.
Google kini memperkenalkan sistem baru untuk menurunkan hasil deepfake eksplisit di mesin pencari mereka, sebagai upaya melindungi individu dari bahaya pelaku kejahatan. Pembaruan ini memungkinkan para korban mengajukan keluhan lebih mudah daripada sebelumnya. Jadi, jika ada deepfake tak pantas yang menargetkan Anda, kini lebih simpel untuk melaporkannya dan menghapusnya dari hasil pencarian Google.
Selama ini, korban sebenarnya sudah bisa meminta penghapusan konten palsu dari Google Search. Namun, dengan pembaruan kebijakan ini, Google akan lebih responsif terhadap laporan deepfake dan bisa lebih cepat dalam menghapus konten tersebut dari internet.
Selain mempermudah pelaporan, Google juga meningkatkan sistem peringkatnya di mesin pencari untuk memastikan konten berkualitas tetap berada di atas hasil pencarian. Konten yang dibuat oleh AI yang berpotensi merugikan kini akan ditempatkan lebih rendah dalam hasil pencarian.
Google juga mengumumkan bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah untuk menurunkan peringkat situs yang berulang kali memposting konten deepfake AI. Tujuannya adalah untuk meminimalkan penyebaran konten berbahaya dari sumber yang tidak bertanggung jawab.
Google optimis dengan kebijakan baru ini, dan mereka percaya bahwa langkah ini bisa mengurangi insiden konten deepfake hingga 70%. Tapi, mereka juga menyadari bahwa ini bukan akhir dari perjuangan. Deepfake yang dibuat dengan izin tetap menjadi tantangan tersendiri karena mesin pencari masih belum bisa membedakan antara konten yang dibuat dengan persetujuan dan yang tidak.
Para eksekutif Google mengatakan bahwa langkah ini bukan langkah mudah untuk menyelesaikan masalah konten AI. Google percaya bahwa solusi terbaik akan muncul dari kerja sama di seluruh industri teknologi. Beberapa perusahaan teknologi sedang mempertimbangkan cara bekerja sama untuk menghadapi masalah ini, memastikan mereka tetap melindungi kebebasan berbicara sekaligus menjaga keamanan pengguna.
Di sisi lain, regulator juga semakin aktif dalam melindungi korban dengan pedoman baru bagi pengembang dan pengguna AI. Beberapa ahli bahkan menyarankan untuk mengintegrasikan AI dengan teknologi blockchain agar bisa memastikan keaslian konten yang dihasilkan.
Menariknya, integrasi AI dan blockchain bisa menjadi solusi jangka panjang untuk memastikan bahwa data yang digunakan aman, berkualitas, dan transparan. Bagi Anda yang ingin tahu lebih lanjut, teknologi blockchain tampaknya akan menjadi tulang punggung AI di masa depan.
Fitur pendeteksi deepfake ini nantinya juga bakal hadir di Google Images, Lens, dan Circle to Search. Kalau gambar yang muncul punya metadata C2PA, kita bisa dengan mudah melihat perubahan yang dilakukan AI melalui menu “About this image.”
Selain itu, Google juga sedang mengembangkan sistem yang bisa memberikan informasi lebih rinci tentang video di YouTube, termasuk detail kapan video tersebut direkam oleh kamera.
Namun, sistem pendeteksian ini punya kekurangan. Sistem ini sangat bergantung pada penggunaan penandaan C2PA oleh berbagai perusahaan, seperti produsen kamera dan pembuat alat AI.
Jadi, kalau ada yang sengaja menghapus metadata dari sebuah foto, Google juga bakal kesulitan untuk mendeteksi apakah foto itu sudah dimanipulasi oleh AI atau tidak.
Sumber gambar: https://www.darkreading.com/