Sore hari tadi berjalan normal seperti biasa -tidak ada yang istimewa- habis makan terus sekalian mampir ke masjid biasanya juga. Dan kebetulan imamnya juga yang biasanya juga, udah masih muda, bacaannya bagus jadinya nyesss begitu ketika sholat. Rokaat pertama setelah Al Fatihah membaca surat yang agak panjang, dan jujur saya tidak tahu itu penggalan dari surat apa. Ketika masuk rokaat kedua, imam membaca surat As Syams dengan suara merdu khasnya, tetapi ketika memasuki dua ayat terakhir tiba tiba imam lupa kelanjutan suratnya, beberapa makmum seperti biasanya membantu mengingatkan kelanjutan surat tersebut. Imam pun mencoba berkali kali untuk mengingat kelanjutan surat tersebut, tetapi masih belum ingat juga. Akhirnya imam mengulangi surat As Syams tersebut dari ayat pertama. Ketika membaca surat tersebut dari awal, ada hal yang membuat saya merinding tidak karuan, karena imam menangis sambil membaca surat tersebut. Dengan jelas suara tangisannya ketika membaca surat tersebut, tetapi pada dua ayat terakhir imam masih belum ingat kelanjutan surat tersebut. Akhirnya imam tersebut melanjutkan dengan ruku’ , dan berjalan dengan lancar.
Setelah selesai sholat saya benar-benar merasa tertampar, karena ada sedikit gangguan dengan hafalannya imam bisa menyesal sedalam itu, hingga menangis didalam sholat. Saya jadi bertanya-tanya dengan diri saya sendiri, pernahkah menangis ketika hafalan surat -yang walau hanya surat pendek- terlupa ? Atau minimal, pernahkah menangis ketika dalam sholat ? Atau lebih minimal lagi, pernahkan menangis ketika menghadap Allah ? Begitu kerdil diri ini, jauh sekali kualitas diri ini.
Jadi teringat kisah Imam Syafi’i ketika beliau hilang hafalan hadits nya ketika hanya melihat betis wanita yang bukan mahromnya. Ceritanya pada suatu saat itu, Imam Syafi’i melihat seorang perempuan yang lewat di depan beliau, dan … tersingkap kainnya sehingga betisnya tertangkap oleh penglihatan beliau. Seketika itu pula, 40 (empat puluh) hafalan hadist beliau hilang. Karena ketidak sengajaan hanya melihat betis saja hilang hafalannya 40 hadits, apalagi kalau dibandingkan dengan zaman sekarang setiap hari bisa melihat betis hingga keujung dan pangkalnya -walau secara tidak sengaja, tetapi banyak unsur sengajanya- berapa ratus atau ribu hafalan yang hilang ? Hahaha… jadi teringat jawaban seorang utadz ketika berceramah dulu, kalau orang zaman sekarang melihat begituan tidak akan hilang hafalannya, kok bisa ? Karena memang tidak punya hafalan (seperti saya). Jadi sudah tidak ada hafalan, ditambah lagi mendapat asupan vitamin A setiap hari. Sungguh totalitas, DOSANYA…
Tamparan kedua tidak kalah dahsyat juga, ternyata disebelah tepat kanan saya adalah seorang kakeh yang sudah lanjut usia, rambutnya sudah memutih. Saya baru tersadar ketika beliau menyalami saya. Walau sudah berusia lanjut, beliau masih semangat untuk ikut sholat berjamaah di masjid. Saya jadi bertanya-tanya lagi dengan diri saya sendiri, dari fisik masih jelas masih kuat dan sehat saya, tetapi mampukah saya seperti kakek itu yang selalu melangkahkan kakinya ke masjid untuk sholat jamaah? Padahal sangat jelas, Rosulullah pernah bersabda Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Salah satu dari tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada hari akhir nanti, adalah
Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
Hal itu karena dorongan dan ajakan kepada syahwat di masa muda mencapai pada puncaknya, karenanya kebanyakan awal penyimpangan itu terjadi di masa muda. Tapi tatkala seorang pemuda sanggup untuk meninggalkan semua syahwat yang Allah Ta’ala haramkan karena mengharap ridha Allah, maka dia sangat pantas mendapatkan keutamaan yang tersebut dalam hadits di atas, yaitu dinaungi oleh Allah di padang mahsyar.
Ternyata diri ini semakin tidak ada apa-apanya.